JawabanSingkat : Kekhususan Provinsi Papua ialah sebagai berikut : Provinsi Papua bisa memilih bendera daerah serta lagu daerah sebagai lambang daerah tersebut. Mempunyai Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural. Kepala Daerah di provinsi Papua harus putera daerah asli tersebut. Perimbangan pendapatan daerah Papua lebih besar.
Papua adalah sebuah provinsi yang terletak di ujung timur dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan nasional yaitu DKI Jakarta, membuat provinsi ini diberikan otonomi khusus. Secara arti otonomi daerah khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada provinsi tertentu, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, dan juga berdasarkan aspirasi serta hak-hak dasar hukum otonomi daerah khusus ini tertuang melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara yang telah diubah menjadi Perpu No. 1 Tahun 2008 LN Tahun 2008 No 57 dan TLN No 4843. Sehingga aturan yang disahkan setelah masa reformasi tersebut, mengatur segala kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan roda otonomi khusus. Selain sekitar 79 pasal yang menjelaskan tentang otonomi khusus, Provinsi Papua juga menggunakan Peraturan Perundang-Undangan Otonomi Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Khusus Provinsi PapuaPemerintahanGuna mencapai tujuan pelaksanaan otonomi daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya, Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua DPRP sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif. Dan adapula badan khusus yang berguna sebagai penyelenggara otonomi khusus di Provinsi Papua, yakni Majelis Rakyat Papua MRP. Badan ini merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu, agar perlindungan hak-hak orang asli papua terlaksana dan berjalannya sesuai dengan norma dalam masyarakat, sebagai penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, serta yang terakhir pemantapan kerukunan hidup Dan EksekutifTataran legislatif mengatur DPRP mendapatkan 125 kursi. Hal ini dikarenakan jumlah anggota DPRP adalah 1 ÂĽ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk tataran eksekutif, Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang kepala daerah sebagai kepala eksekutif yang disebut gubernur, dan juga akan dibantu oleh wakil gubernur. Dalam pemilihannya gubernur maupun wakil gubernur seperti daerah lainnya, tetapi ada penambahan syarat khusus untuk bisa menjadi gubernur dan wakil gubernut, yakni Orang asli PapuaTidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidanaTidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi satu ini terdiri dari orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya setiap perwakilan sepertiga dari total anggota MRP. Dan setiap pemilihannya, keanggotaan dan jumlah anggota MRP ditetapkan dengan Perdasus. Untuk masa keanggotaannya adalah lima tahun. Sedangkan untuk tugasnya adalah Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh Papua Diberikan Otonomi KhususProvinsi Papua diberikan otonomi khusus karena untuk peningkatan pelayanan akselerasi pembangunan dan pemberdayaan seluruh rakyat di Papua sesuai prinsip-prinsip otonomi daerah. Dan melihat pengalaman sebelum reformasi, di mana masih banyak ketimpangan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Sehingga otonomi khusus sebagai langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh demi tuntasnya masalah di Papua dengan tetap mengacu pada asas-asas otonomi daerah.
Provinsiini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua.
MK UU Otsus Papua Kekhususan Bagi Provinsi Papua Jumat, 15 Juli 2016 0712 WIB Video Cetak Dibaca 9962389 Penyerahan berita salinan putusan perkara pengujian UU Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua kepada Pemerintah diwakili Kemenkuham, Kamis 14/7 di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie. Mahkamah Konstitusi MK menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua UU Otsus Papua. Demikian putusan MK dalam sidang pengucapan putusan, Kamis 14/7 yang diucapkan Ketua MK Arief Hidayat. “Amar putusan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Arief yang didampingi para hakim konstitusi lainnya saat mengucapkan putusan perkara No. 34/PUU-XIV/2016 di ruang sidang pleno MK. Setelah menelaah secara saksama UU Otsus Papua, Mahkamah berpendapat pemberian otonomi khusus dalam undang-undang a quo adalah dititikberatkan pada tingkat provinsi. Ketentuan demikian, menurut Mahkamah, sangat jelas dan tegas disebutkan dalam Pasal 1 huruf a dan huruf b UU Otsus Papua yang menyatakan “Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.” Selanjutnya dalam Penjelasan Umum UU Otsus Papua dinyatakan bahwa “Otonomi khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pendelegasian kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Demikian juga dengan norma dalam undang-undang a quo yang mengatur kekhususan pada tingkat provinsi, antara lain Dewan Perwakilan Rakyat Papua DPRP yang sebagian anggotanya diangkat dan sebagian lainnya dipilih melalui pemilihan umum Pasal 6 UU Otsus Papua; Majelis Rakyat Papua MRP yang beranggotakan orang-orang asli Papua yang terdiri dari wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP Pasal 19 UU Otsus Papua; Calon gubernur dan calon wakil gubernur orang asli Papua Pasal 12 UU Otsus Papua ; Peraturan Daerah Khusus Perdasus dan Peraturan Daerah Provinsi Perdasi yang dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur Pasal 29 UU Otsus Papua. Berdasarkan fakta tersebut, Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon yang memohon penambahan syarat jabatan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota di Papua harus orang asli Papua dan syarat ijazah sekurang-kurangnya SLTA atau sederajat untuk calon bupati dan wakil bupati serta calon walikota dan wakil walikota justru akan mengacaukan ketentuan pasal lain. “Sebab maksud pembentukan undang-undang a quo bukanlah otonomi khusus bagi kabupaten/kota di Provinsi Papua, melainkan hanya semata-mata Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Sama sekali tidak tampak maksud pembentuk undang-undang untuk memperluas kekhususan demikian hingga mencakup pula pemerintahan daerah kebupaten/kota,” ujar Hakim Konstitusi Manahan Sitompul. Permohonan yang teregistrasi dengan No. Perkara 34/PUU-XIV/2016 tersebut diajukan oleh Hofni Simbiak, Robert D. Wanggai, dan Benyamin Wayangkau. Para Pemohon merasa dirugikan oleh ketentuan Pasal 12 UU Otsus Papua. Pada dasarnya, Pemohon menganggap bahwa otonomi khusus Papua adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus sendiri dalam kerangka NKRI. Pemberian kewenangan ini juga merupakan kewenangan untuk memberdayakan potensi sosial-budaya dan perekonomian masyarakat Papua termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang asli Papua melalui para wakil adat, agama dan kaum perempuannya. Selain itu, pengutamaan orang asli Papua dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah di wilayah Papua sesuai dengan semangat UU Otsus Papua, dan secara konstitusional perlakuan khusus tersebut dapat dibenarkan. Persyaratan “harus orang Papua asli” merupakan pengakuan serta penghormatan atas satuan pemerintahan daerah di Papua dan Papua Barat, maka seharusnya pemberlakuan persyaratan tersebut tidak hanya untuk jabatan gubernur dan wakil gubernur saja tetapi juga jabatan kepala daerah tingkat kabupaten maupun walikota pun diberlakukan persyaratan yang sama. Dengan alasan tersebut, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 12 UU Otsus Papua adalah konstitusional bersyarat. Nano Tresna Arfana/lul
KUMPULANMAKALAH PENGANTAR FILSAFAT ILMU Pengantar Filsafat Ilmu Dosen Pengampu : Dr. Sigit Sardjono, MS Disusun Oleh : • Liesha Riegia Geraildin 1211800010 • Regita Ayu Cahyani 1211800012 • Ike Wulandari 1211800069 • Feni Rahmawati 1211800127 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA f KATA PENGANTAR Puji syukur
Kelas X SMAmapel IPSkategori daerah khususkata kunci kekhususan , papuaPembahasan di Indonesia ada beberapa daerah khusus + 1 daerah khusus ibu kota daerah khusu di Indonesia antara lain , Aceh , Jogjakarta , Papuaberdasarkan UU no 21 tahun 2001 , papua memiliki kekhususan , diantaranya 1 pengaturan kewenangan antara pemerintah RI dan pemerintah papua dilakukan secara kekhususan 2 pengakuan atas hak orang papua secara trategis dan mendasar3 perwujudan penyelenggaraan pemerintahannya memiliki ciri" yang berbeda dengan propinsi lain4 pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan uraian diatas , maka jawaban dari soal diatas adalah B adanya majelis rakyat papua
Belumlagi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang entah merujuk pada nilai-nilai kekhususan Papua yang telah "diamputasi". Bahkan, revisi terbatas terkait Pasal 34 tentang Dana Otonomi Khusus dan Pasal 76 tentang Pemekaran Wilayah (Daerah) ADVERTISEMENT CONTINUE READING BELOW Satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberi otonomi khusus, yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Provinsi Papua. Adapun daerah istimewa adalah Daerah Istimewa Aceh Nanggroe Aceh Darussalam dan Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Pembagian pemerintahan daerah ini sudah diatur melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 B Ayat 1 bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. Undang-Undang yang dimaksud adalah UndangUndang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lalu bagaimana peran dan kedudukannya di negara Indonesia ini ? Yuk lihat penjelasan lengkapnya dan contoh daerah yang mendapat wewenangnya dibawah ini. A. Daerah Khusus Ibukota Jakarta Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DKI Jakarta diberikan kekhususan terkait dengan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007, beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta, diantaranya adalah sebagai berikut. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/ perwakilan lembaga internasional. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% seratus dua puluh lima persen dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undangundang. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. B. Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta DIY, adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan pada sejarah dan hak asal-usul. Kewenangan Istimewa DIY adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Pengakuan keistimewaan Provinsi DIY juga didasarkan pada peranannya dalam sejarah perjuangan nasional. Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2012 Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur, Kelembagaan Pemerintah DIY, Kebudayaan, Pertanahan, dan Tata ruang. Di antara keistimewaan DIY salah satunya adalah dalam bidang tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur. Syarat khusus bagi calon gubernur DIY adalah Sultan Hamengku Buwono yang bertahta dan wakil gubernur adalah Adipati Paku Alam yang bertahta. C. Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Daerah Nanggroe Aceh Darussalam NAD merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah NAD menerima status istimewa pada tahun 1959. Status istimewa diberikan kepada NAD dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam, keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam, penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam, peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh, serta penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kewenangan khusus pemerintahan kabupaten/kota meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam, penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan kabupaten/kota. Tambahan kewenangan kabupaten/kota dalam hal menyelenggarakan pendidikan madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah dengan tetap mengikuti standar nasional pendidikan. Selain itu, pengelolaan pelabuhan dan bandar udara umum. Pemerintah Aceh melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota. D. Otonomi Khusus Papua Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsiprovinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah sebagai berikut. Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan. Pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciriciri sebagai berikut. Partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan. Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu. Bagaimana sekarang sudah jelas bukan, apa itu Daerah Khusus, Daerah Instimewa, dan Otonomi Khusus Di Negara Kita Indonesia serta undang=undang yang juga mengatur semua daerahnya agar bisa sesuai dengan tata kelola pemerintahan baik. Sehingga nantinya daerah-daerah yang diberikan kewenangan khusus untuk menjalankan pemerintahnya dapat menyejahterakan rakyatnya. Sekian dari saya, terimakasih.

Kelimadaerah tersebut adalah Aceh, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada bagian ini, saya akan membahas tentang Aceh dan Papua, termasuk di dalamnya Papua Barat. Pertama, Provinsi Aceh. Provinsi ini mendapatkan status daerah otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang tentang Otonomi

Jakarta - Berakhirnya dana penerimaan khusus sebesar 2% dua persen dari plafon Dana Alokasi Umum DAU nasional untuk Provinsi Papua dan Papua Barat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 huruf c UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah mengundang berbagai diskursus seputar masa depan Papua dalam wilayah Negara Kesatuan Republik kalangan memandang perlunya perubahan terhadap UU Otonomi Khusus tersebut demi memberi payung hukum keberlanjutan penerimaan khusus yang dimaksud. Sebagian juga memandang bahwa jika hanya kepentingan mengakomodasi penerimaan khusus, maka perubahan UU Otonomi Khusus hanya mereduksi dinamika Papua yang justru memiliki persoalan yang lebih Sejarah Kedua kutub perbedaan persepsi ini semakin mengemuka dengan berbagai asumsi dan pertimbangannya masing-masing. Tapi suatu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa sesungguhnya referensi utama terkait UU 21 Tahun 2001 dengan berbagai latar inisiasi kemunculannya sebagai solusi politik, telah mengalami reduksi sejak UU 35 Tahun 2008 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua disahkan. Selain memasukkan Provinsi Papua Barat sebagai bagian dari Papua sebagaimana dimaksudkan dalam UU Otonomi Khusus Papua, UU tersebut juga menghapus tugas dan kewenangan DPRP dalam memilih gubernur dan wakil gubernur serta memilih para utusan Provinsi Papua sebagai Anggota MPR kewenangan tersebut juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-VIII/2010. Dalam salah satu petikan pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua adalah merupakan kekhususan Provinsi Papua yang berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia. Pemilihan gubernur dan wakil gubernur oleh DPR Papua tidak memenuhi kriteria kekhususan atau keistimewaan yang melekat pada daerah yang bersangkutan, baik karena hak asal-usul yang melekat pada Provinsi Papua yang telah diakui dan tetap hidup, maupun karena latar belakang pembentukan dan kebutuhan nyata diperlukannya kekhususan atau keistimewaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kekhususan Provinsi Papua berkaitan dengan pemilihan gubernur yang berbeda dengan provinsi lainnya hanya mengenai calon gubernur dan calon wakil gubernur yang harus orang asli Papua dan telah mendapat pertimbangan dan persetujuan MRP, sedangkan persyaratan dan mekanisme lainnya sama dengan yang berlaku di daerah lainnya di ditelisik lebih jauh lagi, Pasal 45 UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang mengamanatkan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, juga menemui jalan buntu seiring dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pada gilirannya, beberapa nomenklatur kekhususan dengan berbagai filosofi keberadaannya yang terdapat dalam UU 21 Tahun 2001 Otonomi Khusus telah "diamputasi" dalam rentang waktu mana Letak Kekhususan?Merujuk pada sekelumit realita tersebut, maka perubahan UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sedang mengalami jalan terjal persepsi yang tidak mudah untuk diselesaikan. Logika kekhususan dengan berbagai pertimbangan yuridis, sosiologis, historis dan filosofis berada dalam pemaknaan yang kehilangan kesamaan visi dan makna. Akibatnya, upaya "pragmatis" dan terburu-buru untuk melakukan perubahan terbatas terhadap UU tersebut akan senantiasa mengalami Otonomi Daerah yang termaktub dalam Pasal 18 UUD 1945 yang kemudian diturunkan dalam nomenklatur perundang-undangan tentang desentralisasi sebagaimana termaktub dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan pemerintah Daerah pun mengalami persoalan yang sama. Belum lagi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang entah merujuk pada nilai-nilai kekhususan Papua yang telah "diamputasi".Bahkan, revisi terbatas terkait Pasal 34 tentang Dana Otonomi Khusus dan Pasal 76 tentang Pemekaran Wilayah Daerah dalam UU 21 Tahun 2001, semakin menjauhkan roh kekhususan Papua itu sendiri. Pada titik yang paling ekstrim, persoalan dana penerimaan khusus menjadi poin tersendiri yang dianggap tidak menyentuh persoalan yang sesungguhnya sedang berkecamuk. Sejatinya, diskursus tentang Papua dalam rangka optimalisasi pembangunan harus merapihkan dan menempatkan kembali tentang kekhususan khusus, desentralisasi fiskal yang merujuk pada perolehan bagi hasil pertambangan umum sebesar 80% pun belum menuai kejelasan disebabkan tidak disertai peraturan-peraturan khusus yang mengatur pengelolaannya. Demikian juga aspek kehutanan, perikanan, pertambangan minyak bumi serta gas alam yang berkisar 70% - 80%. Jika diterapkan dengan ketentuan dan kewenangan yang tegas, boleh jadi, persoalan penerimaan dana Otonomi Khusus tidak lagi saat ini, perdebatan tentang Otonomi Khusus Papua berada dalam suasana yang centang-perenang. Selain rujukan perubahan yang kehilangan sumber, kita juga diperhadapkan pada pemaknaan desentralisasi yang belum memadai. Kita tidak lagi menemukan semangat Otonomi Khusus tentang upaya untuk memberikan kewenangan yang luas bagi pemerintahan daerah dan rakyat untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri, menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alamnya, selain kewenangan memberdayakan potensi sosial, budaya dan perekonomian, serta pemberian peran yang memadai bagi orang asli Papua. Sebaliknya, atas nama sinergi nasional, Papua semakin kehilangan kompleksitas persoalan Papua dan Papua Barat tidak bisa diselesaikan dengan tambal sulam kebijakan sembari menafikan latar belakang yuridis, sosiologis, historis dan filosofis yang melahirkan UU 21 Tahun 2001. Inkonsistensi pelaksanaan UU tersebutlah yang menjadi hulu dari sekian persoalan yang menggejala dewasa ini. Mereduksinya dalam 2 Pasal Perubahan kiranya hanya akan menambah deretan persoalan baru.*Yorrys Raweyai, Anggota DPD RI Dapil Papua/Ketua MPR for PapuaSimak juga 'Mantan Kapolda Jelaskan Kompleksitas Kehadiran KKB di Tanah Papua'[GambasVideo 20detik] tor/tor
Dilansirdari berbagai sumber, inilah empat daerah yang memilikki predikat otonomi khusus atau istimewa : 1. Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. DKI Jakarta menjadi salah satu dengan status sebagai darah otonomi khusus. Kepada Jakarta, dasar hukum kekhususannya adalah UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota
– Hallo pengguna setia web ini, pada ke sempatan kali ini kita akan membahas pertanyaan mengenai Kekhususan Provinsi Papua ? Nah untuk itu, agar kalian mengetahui apa jawaban atas pertanyaan ini simaklah penjelasan dibawah ini. Jawaban Singkat Kekhususan Provinsi Papua ialah sebagai berikut Provinsi Papua bisa memilih bendera daerah serta lagu daerah sebagai lambang daerah Majelis Rakyat Papua MRP sebagai representasi Daerah di provinsi Papua harus putera daerah asli pendapatan daerah Papua lebih dan Puteri asli Papua mendapatkan jalur khusus didalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS. Jawaban Rinci Otonomi khusus di Papua serta Papua Barat, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dalam undang – undang tersebut, diberikan berbagai kekhususan pada penerapan otonomi daerah. Pada pasal 5 Undang – Undang tersebut, di provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua MRP dimana adalah representasi kultural orang asli Papua yang mempunyai kewenangan tertentu didalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua. MRP bekerja dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat serta budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. MRP ini berkedudukan di Jayapura dimana sebagai ibukota Papua. MRP beranggotakan orang – orang asli Papua, dimana terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, serta wakil-wakil perempuan dimana jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP tersebut. Selain MRP, di Papua juga mempunyai persyaratan khusus bagi gubernur. Berdasarkan pasal 12, diatur jika yang bisa dipilih menjadi Gubernur serta Wakil Gubernur ialah Warga Negara Republik Indonesia, dimana dengan syarat-syarat orang asli Papua. Demikian juga dengan Walikota di Papua juga harus berasal dari orang asli Papua. Dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS ini disediakan formasi khusus, dimana hanya dapat diisi oleh putera daerah Papua. Disamping dalam struktur pemerintahan, dalam struktur ekonomi Papua memiliki perimbangan penghasilan dengan pemerintah pusat yang cukup besar. Seperti penghasilan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% sembilan puluh persen dan penghasilan dari Kehutanan sebesar 80% delapan puluh persen serta Perikanan sebesar 80% delapan puluh persen. Jadi, jika adik adik siswa/i khususnya masih dalam jenjang pendidikan yang masih binggung mengenai pertanyaan tersebut artikel dan lain lain, Maka makalah pembahasan ini sudah cukup mewakili jawaban untuk adik adik semua. Demikianlah pembahasan artikel mengenai sebuah pertanyaan, semoga bermanfaat dan menjadi ilmu pengetahuan baru bagi para pembaca. Baca Juga Apa Hubungan Persatuan Dan KeberagamanDalam Sistem Presidensial, Yang Menyelenggarakan Pemerintahan Yang Sebenarnya AdalahMengapa Alat Pemuas Kebutuhan Sifatnya Terbatas . 291 335 398 224 455 454 130 407

berikut ini yang termasuk kedalam kekhususan provinsi papua adalah